Minahasa Selatan, madasnews.com – Praktisi hukum yang juga lawyer William Edson Apena, SH. Menjelaskan pentingnya penerapan due process of law.
Apena adalah kuasa hukum untuk seorang perempuan inisial UK alias Wati, yang didakwa bersalah dalam kasus Arisan di Minahasa Selatan.
Sudah dua kali Apena hadir membela UK alias Wati dalam persidangan kasus Arisan yang digelar di Pengadilan Negeri Amurang Kabupaten Minahasa Selatan.
Apena menjelaskan tentang pentingnya penerapan due process of law dalam kasus arisan yang menimpa klient-nya.
Ada tiga hal penting yang dipaparkan Apena terkait due process of law.
Pertama, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, dikenal due process of law diartikan sebagai suatu proses hukum yang baik, benar dan adil.
Kedua, due process of law adalah jaminan konstitusional yang menegaskan bahwa hukum tidak ditegakkan secara tidak rasional, sewenang-wenang, atau tanpa kepastian.
Ketiga, penerapan due process of law tercermin dalam asas-asas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUAHP):
– Equality before the law (Perlakuan yang sama di muka hukum) tanpa diskriminasi apapun.
– Presumption of innocence (Praduga tak bersalah).
– Hak Tersangka atau penasihat hukum untuk mendapatkan salinan atau turunan dari BAP.
– Hak Tersangka atau Penasehat Hukum untuk mendapatkan salinan atau turunan dari Berkas Perkara.
– Kewajiban penuntut umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa dengan bukti-bukti yang sah menurut hukum (legal evidence).
Sementara itu, kasus Arisan yang menimpa UK alias Wati memang masih bergulir dan akan dipersidangkan lagi pekan depan.
Pada sidang perdana, pengadilan Negeri Amuring menetapkan UK alias Wati sebagai terdakwa kasus Arisan, dengan Perkara Pidana Nomor 57/Pid.B/2024/PN Amr.
Dalam Surat Dakwaan tertanggal 6 Agustus 2024, terdakwa UK alias Wati dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Dakwaan Alternatif.
Yaitu melakukan Tindak Pidana Perbankan Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan sebagaimana diubah terakhir dengan UU RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, atau melakukan Tindak Pidana Penipuan Pasal 378 KUHP atau melakukan Tindak Pidana Penggelapan Pasal 372 KUHP.
Kemudian pada sidang kedua dipimpin oleh Majelis Hakim Marthina Ulina Sangian Hutajulu, SH, M.H.Li, Swanti Novitasari Sibori, SH dan Dearizka, SH., M.H. dengan Jaksa Ferdi Ferdian Dwirantama, SH.
Apena selaku penasihat hukum terdakwa UK alias Wati, kembali menegaskan pentingnya due process of law dan meminta keadilan yang lebih substantif, karena sejatinya Wati adalah korban dalam kasus Arisan.
Ia merasa pembelaan yang ini sangat perlu dilakukan lantaran JPU tidak memberikan Turunan/Salinan Berkas Perkara (lengkap) kepada Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa.
Apena selaku penasihat hukum Terdakwa Wati, akan memaparkan alat-alat bukti yang menunjukkan bahwa Wati (Terdakwa) tidak bersalah.
“UK atau Wati adalah Korban dalam kegiatan arisan ini,” jelas Apena.
Ia menegaskan, klientnya tidak melakukan Tindak Pidana Perbankan atau Tindak Pidana Penipuan atau Tindak Pidana Penggelapan sebagaimana didakwakan JPU.
Sebaliknya, UK alias Wati dalam perkara ini adalah korban dari arisan lelang yang diadakan oleh terpidana UA alias Sarah dalam Perkara Nomor 16/Pid.Sus/2024/PN Amr Jo Perkara Nomor 76/PID/2024/PT MND.